Kamis, 18 Desember 2008

Bakat Dion

Saat istirahat, Dion duduk di pinggir lapangan. Bersama teman-teman lainya, ia asyik menonton permainan sepak bola. Idho memang gesit dan lincah menggiring bola. Ia juga kapten tim sepak bola sekolah. Tim itu pernah menjadi juara pertama pertandingan sepak bola antar SD se-kotamadya. Makanya Idho menjadi idola di sekolah.

“Ikut saja latihan bersamaku, tiap Minggu sore,” ujar Idho. Dion tidak menyangka latihan itu sangat berat. Dia harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali. Idho tampak sangat menikmati latihan itu. Dion akhirnya hanya tahan berlatihan selama dua minggu. Sejak itu, ia tak ingin lagi bermain sepak bola. Dion cukup puas dengan menjadi penonton sepak bola seperti saat itu.

Bel berbunyi, tanda jam istirahat usai. Dion berlari masuk ke dalam kelas. Pelajaran selanjutnya adalah matematika. Dion tidak suka dengan pelajaran ini. Lagipula ia tidak begitu pandai dalam mata pelajaran matematika. Seperti biasa, Bu guru meminta Dudi maju untuk mengerjakan soal. Dudi adalah murid yang paling jago matematika di kelas. Dia pernah ditunjuk mewakili sekolah dalam lomba matematika. Dan Dudi berhasil meraih juara dua. Hal itu membuat Dudi menjadi terkenal, di kalangan guru maupun di antara murid. Jika soal matematika yang sulit, teman-teman pasti meminta bantuan Dudi.

Hari ini Dion merasa rendah diri. Dia merasa tidak memiliki bakat. Tidak memiliki prestasi di bidang matematika seperti Dudi. Tidak juga pandai bermain sepak bola seperti Idho. Saat bel pulang sekolah berbunyi, Bu Guru meminta Dion tetap tinggal. Ada yang ingin Bu Guru bicarakan dengannya di ruang guru. Dion panik. Ia tidak merasa melakukan kesalahan. Apakah ia dipanggil karena ulangan matematikanya jelek ? Dion bertanya-tanya dalam hati.

“Kamu dipilih untuk mewakili sekolah dalam lomba menulis puisi,” kata Bu Guru setelah mereka tiba di ruang guru.

“ Tapi, mengapa saya yang dipilih?” Tanya Dion bingung. “Kenapa bukan Dudi atau Idho, Bu?” “Ibu memilih kamu, karena Ibu lihat kamu pandai mengarang. Dudi memang jago berhitung, dan Idho jago olahraga. Tapi yang Ibu perlukan adalah anak yang pandai mengarang. Dan pilihan Ibu jatuh padamu,” jelas bu Guru.

Dion sadar, ia memang sangat suka mengarang. Ia selalu mendapat nilai bagus bila ada PR mengarang. Namun ia belum pernah menulis puisi.

“ Kamu, kan, sudah biasa mengarang. Untuk menulis puisi, kamu hanya perlu sedikit berlatih lagi. Bacalah buku-buku puisi di perpustakaan. Oya, pendaftarannya dua minggu lagi ditutup. Bapak Kepala Sekolah ingin sekolah kita memiliki wakil dalam lomba itu,” kata Bu Guru memberi semangat.

“ Baiklah, saya akan mencobanya, Bu,” Dion akhirnya memutuskan.

Mulai hari itu juga, Dion bersiap-siap menghadapi lomba penulisan puisi. Dengan tekun ia berlatih membuat puisi. Juga membaca buku-buku puisi di perpustakaan saat jam istirahat. Dion menikmati kesibukan barunya itu.

Akhirnya, Dion berhasil menyelesaikan puisinya. Bu guru mengirim puisi itu ke kantor panitia lomba. Kini, ia tinggal menunggu hasilnya.

Dua minggu pun berlalu. Dion masih belum mendapat kabar tentang hasil lomba puisi itu. Hingga pada hari Senin, saat upacara akan berakhir, Bapak Kepala Sekolah memberikan pengumuman, “ Siswa yang bernama Dion Pratama, Bapak minta ke depan.”

Dion terkejut. Lagi-lagi ia panik, karena mengira ia telah melakukan kesalahan. Bapak Kepala Sekolah lalu berkata, “ Inilah calon seniman dari sekolah kita. Dion Pratama mewakili sekolah kita dalam lomba menulis puisi. Dia berhasil merebut juara satu!”

Tepuk tangan bergerumuh di seluruh lapangan upacara. Dion tidak menyangka mendapat sambutan yang semeriah itu. Dion gembira karena ia mampu menunjukkan bakatnya. Bukan di bidang olahraga atau matematika. Namun di bidang yang disenanginya, bidang sastra.


Amanat : Jangan pernah merasa bahwa diri kita tidak ada gunanya karena tuhan

Menciptakan semua makhluknya mempunyai kegunaan walaupun

Mempunyai kekurangan serta kelebihan masing-masing.

Tidak ada komentar: